Ads

Saturday 10 February 2018

Unek - Unek

Sakit. Pulang ke rumah. Dipijitin sama ibu. Ga ngurangin rasa sakitnya, tapi cukup bikin nyaman. Oh ini tempat saya pulang, untuk tidur, mandi, dan esoknya kembali bekerja. Setiap hari. Berangkat pagi, pulang malam. Loyalitas tanpa batas. Tidak bekerja artinya tidak mendapat uang, tidak mendapat uang artinya tidak bisa membeli makanan, kebutuhan hidup sehari-hari. Tapi saya juga ada lelahnya. Hari-hari dilalui dengan rasa sangat berat kendati sedang tak banyak kerjaan. Sebulan sekali ke dokter, ada saja sakitnya. Cukup untuk membuat stres badan dan pikiran saya. Tidak ada libur, tidak ada cuti,  kecuali saya berontak. Saya merasa kesehatan saya terganggu, entah fisik maupun psikis.

Bila tempat bekerja saya tega kepada saya, maka sayapun harus tega pula kepadanya. Saya perlu libur untuk mengistirahatkan badan saya.
Libur pun seharusnya berbeda-beda, libur untuk istirahatkan badan, libur untuk jalan-jalan, juga libur untuk memeriksakan kesehatan.

Karyawan adalah aset perusahaan, tanpa karyawan, perusahaan tak akan berjalan. Kecuali bosnya memang mau cape sendiri, bekerja sendiri. Tapi jgn harap bisa mengembangkan perusahaan bila seperti itu. Perlalukan karyawan baik, awasi dengan baik, semua orang punya potensi tidak jujur, bila tidak diawasi, tidak memakai sistem yang baik, bukan hanya karyawan yang bisa tidak jujur, bahkan bosnya pun bisa tidak jujur. Kalo gini jadi saling membohongi, hubungan jadi tidak sehat. Jadi bos yang baik, jadi karyawan yang baik. Sama sama saling mengawasi. Yah kadang sih malah karyawan dibilang kurang ajar kalo ngasih masukan atau kritik. Tapi bos yang baik akan mencernanya dan mempertimbangkan dulu. Biar sama-sama enak. Jadi bos cape, jadi karyawan juga cape. Namanya juga kerja. Tapi kalo kerja cerdas, bisa lebih efisien bisa mengurangi cape, karna kerja jadi fun. Work smart, play fun!

Udah dicoba. Hasil kerjanya lebih memuaskan. Bos senang, karyawan senang. Kasih gaji yang sesuai atas kerja cerdas mereka. Toh tanpa karyawan yang smart belum tentu hasil kerjanya akan sememuaskan itu. Bos cape kerja, karyawan juga sama. Sama-sama cape. Harus sama-sama adil. Apalagi bila mendapat karyawan yang baik.

Saya cukup tertekan, makanya karyawan saya jgn sampe tertekan seperti saya. Biar saya yang memulainya. Biarpun bos saya tidak seperti saya. Anak buah saya harus merasa nyaman dengan saya, dengan kerjaannya. Saya anggap mereka partner saya, bukan karyawan. Biarpun jabatan saya ada di atasnya. Tapi kami sama-sama bekerja. Saya puas atas kerja mereka, mereka jujur, bekerja dengan baik. Beda jauh sama karyawan saya sebelumnya, sering tidak jujur, nilep uang, pokoknya engga banget deh. Saat itu setiap hari saya berhadapan dengan karyawan yang seperti itu, juga karna tidak ada sistem, kadang ada karyawan yang memanfaatkan celah ini karena memang tidak ada pencatatan, tidak ada hitam di atas putih. Kalau sudah begini, bos tentu rugi. Kenapa saat itu saya diem. Saya ga punya wewenang. Hanya mengawasi, mendengarkan cerita mereka, keinginan mereka, keluh kesah mereka, kadang mereka memuji bosnya, tapi tidak jarang mereka mencacinya. Bosnya sendiri? Sama aja kalo kata saya mah. Bos juga punya keluh kesah terhadap karyawan, kadang memuji kadang mencaci. Dan waktu terus berjalan. Satu persatu mereka dipersilahkan mencari pekerjaan lain. Sikut menyikut antar karyawan, saya juga mengalaminya. Tapi tidak berhasil. Bila bekerja dengan benar, hasilnya akan benar pula. Saya ga pernah ngadu-ngadu, hal apapun, saya hanya memperhatikan. Nah karena dulu pernah menjadi pendengar suka duka mereka. Cukuplah hal itu berhenti sampai disitu. Saya tidak ingin meneruskan budaya kerja seperti itu lagi. Bos cape, karyawan cape. Ga enak. Saya juga cape tau. Yah karena sekarang mereka ga ada, maka sekarang tuntutan, tanggungjawab ada sama saya. Saya gamau karyawan saya ngalamin hal yang sama kaya saya seperti di awal paragraf. Untuk karyawan saya, semoga saat dia punya karyawan juga dia memperlakukan karyawan dengan baik, dan untuk karyawan dari karyawan dia selanjutnya juga saling memperlakukan dengan baik.

Hal-hal yang menyebabkan saya sakit, tidak akan saya wariskan. Cukup sampai di saya. Generasi selanjutnya harus lebih memanusiakan manusia.

Utopis? Ah ini lagi saya coba. Dan buah dari berbuat baik juga saya diperlakukan dengan baik. Saya senang melihat mereka bisa sehat, bahagia, karena dengan mereka sehat dan bahagia itu membuat mereka lebih produktif. Saya tidak selalu bisa membahagiakan mereka, kadang saya juga membuat mereka sedih, gagal membahagiakan. Tapi di sini saya bicarakan dengan mereka, syukur mereka ada pengertian.  Kerjapun tetap lancar. Tanpa harus dipaksa mereka jadi loyal dengan sendirinya.

Hargai kerjaan mereka, kasih apresiasi, kasih hak mereka, karna jauh di dalam lubuk hati saya, saya juga ingin diperlakukan seperti itu. Hm mungkin sekarang bukan saatnya saya yang diperlakukan seperti itu, tapi yang jelas, sekarang saatnya saya memperlakukan orang lain sebagaimana saya ingin diperlakukan. Senang bekerjasama dengan mereka. Saya tidak rugi membayar lebih mahal dari sebelumnya, memberi kebebasan, memberi ruang mereka menggunakan masukkan atau kritiknya tapi kinerjanya jadi ok. Saya menghargai pendapat mereka, senang mereka peduli, merasa ikut andil dalam tempat bekerja sehingga sama-sama maju.

Buah dari mendengarkan.
Mereka tau betapa tidak enaknya jadi saya, dan yang selalu bikin saya terharu adalah sikap mereka tetap menyemangati saya.

Katanya bisnis dan teman itu harus dibedakan. Iya benar, saya memang ngasih kebebasan untuk mereka. Tapi mereka juga tau diri menggunakan kebebasannya. Menyelesaikan kewajiban dulu baru berani menuntut hak. Ga saya omelin atau nasehatin supaya begitu, tapi mereka sadar dengan sendirinya.


Hal buruk, menyakitkan tidak akan saya teruskan. Ini yang selalu saya ingat baik-baik.

Jadi agen perubahan? Eh jadi kaya iklan apa gitu ya?

Berharap banyak untuk yang selanjutnya tidak mengalami hal tidak enak seperti saya.

No comments:

Post a Comment